DIRJEN PPKL KLHK Sosialisasi dan Implementasi Peraturan Menteri LHK No.10 Tahun 2019 tentang Penentuan, Penetapan dan Pengelolaan Puncak Kubah Gambut Berbasis Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG)

Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kamis, 11 Juli 2019.

Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) menyelenggarakan Sosialisasi dan Implementasi Peraturan Menteri LHK No. 10 Tahun 2019 tentang Penentuan, Penetapan dan Pengelolaan Puncak Kubah Gambut Berbasis Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG)  di Pekan Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2019 di JCC Senayan Jakarta.

Selain unit kerja terkait di lingkup KLHK, peserta dihadiri perwakilan stakeholder lintas sektoral, perwakilan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, P3E Wilayah Sumatera dan Kalimantan KLHK, sektor swasta atau dunia usaha yang terdiri dari pemegang izin/konsesi bidang Kehutanan (IUPHHK-HTI) dan Perkebunan Kelapa Sawit, serta perwakilan dari asosiasi industri APHI yang mewadahi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang industri kehutanan, serta GAPKI, wadah perusahaan yang bergerak di bidang industri dan perkebunan kelapa sawit.

Direktur Jenderal PPKL, M.R. Karliansyah menyampaikan, “Tujuan acara ini adalah tersosialisasi dan terimplementasikannya Permen.LHK No.10 tahun 2019 kepada perusahaan pemegang perijinan/konsesi baik di bidang Industri Kehutanan maupun Perkebunan Kelapa Sawit dan Pemerintah Daerah. Selain itu lahirnya peraturan ini didasari sebagai bentuk penguatan regulasi untuk memastikan upaya perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Gambut khususnya areal Puncak Kubah Gambut”.

Dalam Sosialisasi tersebut dijelaskan bahwa Keberadaan Puncak Kubah Gambut perannya yang sangat vital dalam menjaga berjalannya fungsi hidrologis Ekosistem Gambut dalam suatu Kesatuan Hidrologis Gambut. Peraturan ini bertujuan menguatkan upaya Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang sebelumnya telah diatur melalui 3 (tiga) Permen LHK dan 2 (dua) SK Menteri LHK.

Pendefinisian Puncak Kubah Gambut beserta ketentuan pengelolaannya yang belum secara eksplisit dituangkan dalam Permen LHK No.16 Tahun 2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut menyebabkan timbulnya kekhawatiran dari para pelaku usaha dan/atau kegiatan. Kekhawatiran ini terkait perpanjangan izin usaha dan keraguan untuk berinvestasi. Untuk menjembatani hal tersebut diterbitkannya suatu produk hukum yang secara spesifik mengatur definisi terminologi dan penentuan areal Puncak Kubah Gambut yang harus dijaga dan dilindungi (konservasi), serta ketentuan yang berlaku ketika di suatu areal konsesi/perijinan terdapat areal Puncak Kubah Gambut tersebut yaitu Permen Permen.LHK No.10 Tahun 2019.

Sapta, Kasubdit Inventarisasi menambahkan bahwa Ruang lingkup yang diatur dalam Permen.LHK No.10 Tahun 2019 ini adalah penentuan, penetapan dan pengelolaan Puncak Kubah Gambut berbasis KHG, dimana penentuannya melalui pendekatan perhitungan neraca air yang memperhatikan prinsip keseimbangan air (water balance), dengan menggunakan metode Darcy yang dilakukan melalui tahapan: (1). perhitungan kapasitas maksimum tanah Gambut; (2). perhitungan nilai perbandingan air terbuang dan air tersimpan; dan (3). perhitungan areal yang dijadikan resapan air.

Sedangkan ruang lingkup Pengelolaan Puncak Kubah Gambut berbasis KHG dilakukan dengan mempertimbangkan daya dukung air Ekosistem Gambut berdasarkan perhitungan neraca air dan fungsi hidrologis Ekosistem Gambut. Apabila terdapat lebih dari 1 (satu) Puncak Kubah Gambut dalam 1 (satu) KHG, Puncak Kubah Gambut yang telah dimanfaatkan dapat terus berjalan pemanfaatannya dengan menggantikan fungsi hidrologis Gambut dari Puncak Kubah Gambut lainnya. Ketentuan tersebut hanya berlaku pada KHG yang memenuhi kriteria fungsi lindung Ekosistem Gambut dengan luasan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari seluruh luas KHG. Pemanfaatan areal di luar Puncak Kubah Gambut yang memiliki izin dapat dilakukan sampai jangka waktu izin berakhir dengan kewajiban menjaga fungsi hidrologis Gambut. Pada prinsipnya, semua perhitungan dan analisis yang dilakukan berbasis unit KHG (ekosistem), bukan secara parsial per wilayah konsesi sehingga jaminan ketersediaan atau kecukupan air di seluruh areal KHG tetap terjaga

Salah satu bentuk implementasi dari Permen.LHK No.10 Tahun 2019 ini antara lain adalah dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan perihal Penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut skala1:250.000 Terkoreksi dan skala 1:50.000 dan Puncak Kubah Gambut pada 43 (empat puluh tiga) perusahaan yang bergerak di sektor kehutanan (IUPHHK-HTI), sedangkan untuk sektor perkebunan kelapa sawit saat ini masih dalam tahap asistensi dan sosialisasi materi teknis. Perusahaan yang bergerak di sektor kehutanan (IUPHHK-HTI) maupun perkebunan kelapa sawit, apabila telah mendapat SK Menteri LHK tentang Peta Fungsi Ekosistem Gambut (skala 1:250.000 Terkoreksi dan skala 1:50.000) dan Puncak Kubah Gambut tersebut, tetap diwajibkan untuk melakukan inventarisasi Karakteristik Ekosistem Gambut skala 1:50.000 sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.14/2017 tentang Tata Cara Inventarisasi dan Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut.

“Terbitnya Permen.LHK No.10/2019 diharapkan mampu meningkatkan aspek keberlanjutan ekonomi dari pelaku dunia usaha untuk mendukung pertumbuhan ekonomi baik pada lingkup regional maupun global, namun tetap memperhatikan aspek keberlanjutan ekologi dari Ekosistem Gambut sehingga tetap berkelanjutan (sustainable) melalui upaya pembasahan (rewetting) dan revegetasi dengan jenis tanaman lokal/endemik setempat”, tambah Karliansyah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

id_IDIndonesian