Inventarisasi Ekosistem Gambut

Inventarisasi Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.14/Menlhk/Setjen/Kum.1/2/2017 tentang Tata Cara Inventarisasi dan Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut, merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data serta informasi tentang Karakteristik Ekosistem Gambut. Sedangkan Fungsi Ekosistem Gambut adalah tatanan unsur Gambut yang berfungsi melindungi ketersediaan air, kelestarian keanekaragaman hayati, penyimpan cadangan karbon penghasil oksigen, penyeimbang iklim yang terbagi menjadi fungsi lindung Ekosistem Gambut dan fungsi budidaya Ekosistem Gambut.
Dalam melaksanakan Inventarisasi Ekosistem Gambut, dilakukan dengan menggunakan metode Transek atau Jalur Pengamatan, dan pengamatan titik sampel terhadap 13 (tiga belas) Karakteristik Ekosistem Gambut yang telah ditetapkan. Sesuai dengan Pasal 1 Peraturan Menteri LHK Nomor P.14 Tahun 2017, Transek adalah rute jalur pengamatan baik secara membujur maupun melintang dengan memperhatikan pola jaringan hidrologi dan relief permukaan lahan, yang digunakan dalam pengambilan sampel di lapangan. Sedangkan Titik Sampel Pengamatan adalah titik lokasi yang dipilih sebagai lokasi pengamatan karakteristik Ekosistem Gambut, yang memiliki keterwakilan dari masing-masing lokasi Kesatuan Hidrologis Gambut.
Dalam penyusunan inventarisasi Ekosistem Gambut sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Peraturan Menteri LHK Nomor P.14 Tahun 2017, menggunakan data dan informasi:
a. Peta indikatif sebaran Ekosistem Gambut nasional sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut;
b. Peta lahan gambut nasional skala 1:250.000 (satu banding dua ratus lima puluh ribu) dari Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP) Kementerian Pertanian;
c. Peta jaringan hidrologi sungai dan kontur ketinggian yang diturunkan dari Peta Rupa Bumi skala 1:250.000 (satu banding dua ratus lima puluh ribu);
d. Peta penutupan lahan yang dihasilkan dari citra penginderaan jauh resolusi menengah;
e. Peta model elevasi ketinggian (DEM) 30 (tiga puluh) meter yang dihasilkan dari citra satelit non optik resolusi menengah;
f. Peta bentang lahan (Landform) yang diturunkan dari peta sistem lahan (RePPProT);
g. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS); dan
h. Sumber lainnya yang sah dalam metodologi pemetaan geo-spasial menurut aturan dan memiliki relevansi substansi.
Dalam penyelenggaraan Inventarisasi dan Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut, terbagi menjadi 2 (dua) tahap proses, yaitu proses Inventarisasi dan Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut Nasional pada tingkat kedetilan skala 1:250.000, serta Inventarisasi dan Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut Provinsi dan Kabupaten/Kota pada tingkat skala operasional lapangan atau skala 1:50.000. Sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri LHK Nomor P.14 Tahun 2017, pelaksanaan inventarisasi Ekosistem Gambut dilakukan dengan identifikasi kawasan gambut berdasarkan data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Berdasarkan inventarisasi kawasan gambut sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (2) dilakukan deliniasi batas Kesatuan Hidrologis Gambut dengan memperhatikan:
a. Batas (boundary area) di sekitar lahan gambut yang berada pada 2 (dua) sungai utama/ordo-1;
b. Pola ketinggian permukaan lahan berdasarkan data DTM/SRTM dengan resolusi 30 (tiga puluh) meter; dan
c. Batas DAS.
Pasal 5 ayat (4) mengatur mengenai dalam hal tidak terdapat ciri sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (3) diatas, untuk delineasi batas Kesatuan Hidrologis dilakukan dengan menggunakan data sistem lahan (land system).

id_IDIndonesian